Kenyataan kedua, obrolan semakin menarik bagi saya, dan saya bertanya lebih jauh, mengenai pendapatan sopir angkot (kaya-nya sensitif ya?,… tapi nggak koq, tetap santai saja sambil memberikan minuman ke farhan).
Kebetulan angkot itu termasuk jenis angkot sewa/setoran. Artinya mobil angkotnya bukan milik pribadi sopirnya, sehingga setiap hari sopir angkot harus menyetor kepada pemilik angkot sebesar Rp. 120.000,-, dengan waktu narik (istilah sopir angkot) dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Saya tidak tahu, apakah itu termasuk besar atau kecil, atau mungkin sesuai, saya tidak tahu. Lanjut….Dengan waktu narik seperti itu membutuhkan bensin sekitar 12 liter sehari, minimal!!! Jadi untuk bensin membutuhkan biaya sebesar 12 ltr X Rp 4500,- = Rp 54.000,- (pengalinya 4500 rupiah, soalnya saya nggak nanya berapa harga bensin untuk angkot, pada kali aja pake subsidi..). Dengan demikian, pengeluaran tetap sopir angkot dalam sehari adalah Rp 10.500,- + Rp 120.000,- + Rp 54.000,- = Rp 184.500,- (saya juga tidak menanyakan uang makan dalam sehari.. ;p). Sekali lagi saya juga tidak tahu apakah jumlah ini besar atau kecil atau mungkin sesuai, saya juga tidak tahu.
Menurut sopir angkot itu lagi, terkadang dalam sehari dan bukan hanya terjadi sekali atau dua kali dalam sebulan, penghasilan yang disetor ke sang istri adalah Rp 15.000,-. Dan kembali saya juga tidak tahu apakah jumlah ini besar atau kecil atau mungkin sesuai, saya juga tidak tahu.
Dari obrolan itu juga saya jadi tahu, bahwa dalam satu kali jalan (pergi, dan bukan pulang pergi), bisa terjadi hanya dapat 1 (satu) penumpang, itupun jarak dekat dan bayarnya Rp 1000,-.
Kembali obrolan mengenai anak sopir angkot yang sebentar lagi masuk sekolah, mau mencari pekerjaan lain yang lebih mapan, kena PHK waktu kerja sebagai sopir disebuah pabrik, saran untuk mencoba narik taksi, dan akhirnya “kiri ya bang, saya turun disini”…kata terakhir untuk obrolan dengan sopir angkot…”terima kasih ya bu”…salam perpisahan dari sopir angkot. Angkot berlalu, saya bahkan tidak hapal angkot itu dan juga tidak tahu nama sopir angkot itu, tapi saya sudah menghitung penghasilan dan mendengar curhat seorang sopir angkot.
Sungguh negeri tempat saya tinggal ini sangatlah unik, ada sekelompok pembesar dengan semua kekayaan dan harta yang dimiliki masih melakukan korupsi untuk mendapatkan tambahan demi hidup dan sesuap nasi, juga menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi, . Ada juga kelompok masyarakat yang juga tetap hidup dengan penghasilan yang bahkan tidak sampai seperseribu dari penghasilan pembesar tapi juga bisa hidup, makan, dan menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi (dan ini juga kenyataan yang pernah saya temui, mungkin lain waktu akan saya bagi). Karena itulah saya juga tidak tahu apakah sejumlah rupiah itu besar atau kecil atau mungkin sesuai, saya juga tidak tahu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar