Rabu, 11 Februari 2009

...sakit gigi...vs...sakit hati...

Dua hari gigi ku sakit rasanya. Mungkin karena lubang yang terus mengerosi email gigiku. Menjelang umur ku 30 tahun ini, baru kali ini saya sakit gigi demikian hebat, karena seingatku seumur hidup baru 3 kali saya sakit gigi. Sakit gigi yang sekarang ini lah yang paling sakit. Tapi waktu saya coba tersenyum, masih bisa koq…kata orang kalo masih bisa senyum berarti sakitnya belum apa-apa. Ya ampun, gimana sakit gigi yang sesungguhnya…, ini saja sudah sakit sekali. Kuceritakan sedikit ya, apa yang kurasakan.

Awalnya terasa senut-senut dan ngilu. Lama-lama gusi terasa tebal dan pipi mengeras. Sakitnya tidak kontinu kadang sakit dan kadang hilang, seperti kejadian kontraksi waktu mau melahirkan. Waktu sakit nya datang gusi seperti ditusuk benda tumpul lalu rasa sakit itu menjalar keseluruh gigi, lalu seluruh rahang mulut, dan terus ditarik ke kepala hingga mencapai ubun-ubun. Aaaggghhhh……sakit sekali….

Mendengar fiqi menangis, gigi ku makin terasa ngilu dan sakitnya mencapai ubun-ubun dan mendesak mau keluar. Tapi saya juga tidak bisa marah, menggoyangkan rahang untuk bicara saja sudah sangat sulit, apalagi mau marah ataupun ngomel. Mata rasanya berair dan kepala juga tidak bisa diajak kompromi, namun begitu tidur pun juga susah.

Mungkin inilah yang membuat orang membuat perumpamaan lebih baik sakit hati dapripada sakit gigi.

Pagi harinya, sakitnya agak berkurang, maksudnya tidak kontinum lagi. Tapi tetap saja kalau muncul, sakitnya tetap terasa luar biasa. Akhirnya sama nenek anakku (baca: ibu mertua) disarankan dipijat, setelah dipijat memang rasanya agak berubah, rasa sakit tidak lagi sampai di kepala. Paling tidak tekanan di kepala berkurang.

Merasakan sakit gigi ini, akhirnya saya berpendapat

‘saya tidak memilih dua-dua nya, saya tidak mau sakit gigi dan saya juga tidak mau sakit hati’