Sabtu, 29 Agustus 2009

Berdoa (introspeksi diri)

Dikeheningan malam, dikesenyapan, dan dikepekatan yang kadang mencekam, terisi sebuah bilik gelap yang auranya mampu menerangi seluruh malam yang pernah ada. Ya, itu lah tempat duduk seorang hamba yang sedang berdoa. Berdoa dengan segala kelemahan dan kerapuhannya sebagai manusia, manusia yang menentang siang dan hiruk pikuk duniawi yang telah dilaluinya sepanjang matahari bersinar. Ketika itulah keindahan aura terpancar dari ringkihnya tubuh.
Sepanjang hari berbuat kesalahan, entahlah apakah itu dosa atau bukan. Menyakiti orang-orang terkasih, menghina yang lemah, menginjak yang rapuh, dan merasa diri menjadi yang terkuat. Padahal bukan apa-apa….menyesal???...iya menyesal….lalu…bagaimana dengan rasa sakit para kekasih, rasa terhina sang lemah, dan kehancuran yang memang sudah rapuh???
BERDOA, berharap ada pengampunan, berharap para kekasih sembuh, menguatkan yang lemah, dan kehancuran utuh kembali.Mungkinkah???
Berdoa dengan sepenuh hati, dengan semua kerendahan diri, dengan sungguh sangat memohon….YA ALLAH….
Benarkah aura itu adalah aura doa yang penuh penyesalan? Atau kah aura dendam yang tersakiti, terhina, dan tersungkur??
Benar aura yang indah itu adalah aura penyesalan, bukan aura dendam, bila dendam tentu warnanya merah dan panas dan tidak sejuk. Padahan malam ini begitu terasa hening, bersih dan sejuk. Walaupun terasa begitu banyak nyamuk….
Wahai para kekasih, yang terhina, yang hancur, tolong beri MAAF, ini adalah PELAJARAN tentang PROSES HIDUP. Semoga Allah,SWT senantiasa melindungimu, memberikan cinta di hatimu, memberikan ketulusan di hatimu, dan memberikan semangat di hatimu.
YA ALLAH dengan semua kebesaran dan keagungan MU dan demi 99 nama MU, ampuni hambaMU yang tiada berdaya ini.

Selasa, 24 Maret 2009

bingung???

Malam yang terus merambat makin pekat
Musik yang mengalun semakin mencekamkan waktu
Hati ku pun sepakat akan suasana malam yang gelap
Lalu saya mulai bertanya tentang keadilan yang kujalani

Benar … kebenaran?? Salah … kesalahan??
Lalu saya bagaimana…siapa yang akan memutuskan??
Bagaimana dengan hatiku?? Siapa yang mau tahu dan peduli??
Tolonglah jelaskan padaku..berikan padaku penerangan…

Detik…menit….jam…dan waktu terus berlalu
Jawaban yang kunanti tidak kunjung datang
Adakah ketenangan hati dapat mewakili
Atau inilah perjalanan tentang catatan nasib

Wahai Penguasa Alam,
Dengar jeritan hatiku…..lagu kepedihan ku
Lihat luka hatiku … laku ketidaberdayaanku
Raba relung jiwa ku ….. menanti ulur kasih-Mu

Rabu, 18 Maret 2009

Asuransi Tilang Lalu Lintas (Kenyataan Kedua)

Kenyataan kedua, obrolan semakin menarik bagi saya, dan saya bertanya lebih jauh, mengenai pendapatan sopir angkot (kaya-nya sensitif ya?,… tapi nggak koq, tetap santai saja sambil memberikan minuman ke farhan).
Kebetulan angkot itu termasuk jenis angkot sewa/setoran. Artinya mobil angkotnya bukan milik pribadi sopirnya, sehingga setiap hari sopir angkot harus menyetor kepada pemilik angkot sebesar Rp. 120.000,-, dengan waktu narik (istilah sopir angkot) dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Saya tidak tahu, apakah itu termasuk besar atau kecil, atau mungkin sesuai, saya tidak tahu. Lanjut….Dengan waktu narik seperti itu membutuhkan bensin sekitar 12 liter sehari, minimal!!! Jadi untuk bensin membutuhkan biaya sebesar 12 ltr X Rp 4500,- = Rp 54.000,- (pengalinya 4500 rupiah, soalnya saya nggak nanya berapa harga bensin untuk angkot, pada kali aja pake subsidi..). Dengan demikian, pengeluaran tetap sopir angkot dalam sehari adalah Rp 10.500,- + Rp 120.000,- + Rp 54.000,- = Rp 184.500,- (saya juga tidak menanyakan uang makan dalam sehari.. ;p). Sekali lagi saya juga tidak tahu apakah jumlah ini besar atau kecil atau mungkin sesuai, saya juga tidak tahu.
Menurut sopir angkot itu lagi, terkadang dalam sehari dan bukan hanya terjadi sekali atau dua kali dalam sebulan, penghasilan yang disetor ke sang istri adalah Rp 15.000,-. Dan kembali saya juga tidak tahu apakah jumlah ini besar atau kecil atau mungkin sesuai, saya juga tidak tahu.
Dari obrolan itu juga saya jadi tahu, bahwa dalam satu kali jalan (pergi, dan bukan pulang pergi), bisa terjadi hanya dapat 1 (satu) penumpang, itupun jarak dekat dan bayarnya Rp 1000,-.
Kembali obrolan mengenai anak sopir angkot yang sebentar lagi masuk sekolah, mau mencari pekerjaan lain yang lebih mapan, kena PHK waktu kerja sebagai sopir disebuah pabrik, saran untuk mencoba narik taksi, dan akhirnya “kiri ya bang, saya turun disini”…kata terakhir untuk obrolan dengan sopir angkot…”terima kasih ya bu”…salam perpisahan dari sopir angkot. Angkot berlalu, saya bahkan tidak hapal angkot itu dan juga tidak tahu nama sopir angkot itu, tapi saya sudah menghitung penghasilan dan mendengar curhat seorang sopir angkot.
Sungguh negeri tempat saya tinggal ini sangatlah unik, ada sekelompok pembesar dengan semua kekayaan dan harta yang dimiliki masih melakukan korupsi untuk mendapatkan tambahan demi hidup dan sesuap nasi, juga menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi, . Ada juga kelompok masyarakat yang juga tetap hidup dengan penghasilan yang bahkan tidak sampai seperseribu dari penghasilan pembesar tapi juga bisa hidup, makan, dan menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi (dan ini juga kenyataan yang pernah saya temui, mungkin lain waktu akan saya bagi). Karena itulah saya juga tidak tahu apakah sejumlah rupiah itu besar atau kecil atau mungkin sesuai, saya juga tidak tahu.

Asuransi Tilang Lalu Lintas (Kenyataan Pertama)

Hari ini (Selasa, 17 Maret 2009), saya dan farhan pergi nabung, dan menggunakan jasa angkutan umum (angkot). Hari sangatlah panas, karena memang saya perginya jam 11.30 WIB, kebayangkan panasnya. Pulangnya ternyata saya naik angkot yang sama waktu pergi tadi, dan memilih duduk di depan, disamping pak supir. Untungnya farhan tidak rewel, jadi aman. Selama perjalanan sampai di rumah, saya mengetahui beberapa kenyataan.
Kenyataan pertama, sampai tiba disuatu tempat, sopir berhenti dan kemudian menyerahkan sejumlah uang ke pada seseorang yang memang sudah menunggu dan sepertinya pekerjaannya adalah menunggu angkot yang lewat dan menerima pembayaran. Pikiran saya pembayaran itu adalah sejenis arisan yang dibentuk oleh paguyuban sopir-sopir angkot (naif sekali ya…maklum ibu-ibu). Tapi dari pada mengira-ngira akhirnya saya bertanya ke sopir angkot mengenai pembayaran barusan yang dilakukannya, dan itu bukan hanya kali itu saya melihat yang hal seperti itu.
Pembayaran diberikan setiap hari dengan jumlah tertentu, yang sopir angkotnya pun nggak tahu mengapa pembayarannya sebesar itu. Mereka hanya mengikuti aturan saja (aturan mana??? Mungkin maksudnya aturan main). Ternyata pembayaran itu berguna kelak jika mobil angkot yang bersangkutan kena tilang dan SIM (Surat Ijin Mengemudi)-nya ditahan. Maksudnya pembayaran itu lah yang digunakan untuk membiayai pengurusan pengembalian surat-surat yang ditahan oleh petugas. Lalu yang terlintas dikepala saya adalah, ternyata bukan hanya jiwa, kesehatan ataupun pendidikan yang diasuransikan, tapi juga tilang kendaraan pun bisa diasuransikan….lalu black think saya membuat istilah “Asuransi Tilang Lalu Lintas”….Kreatif…
Pembayaran premi asuransi ini dilakukan dibeberapa tempat, yang menurut sopit angkot nya tergantung berapa daerah Polsek yang dilewati oleh trayek angkot tersebut. Kebetulan trayek angkot yang saya naiki waktu itu melewati 3 daerah Polsek. Kesimpulannya sopir angkot membayar premi di tiga tempat dan total pembayaran dalam satu hari pada 3 Polsek (itu istilah sopir angkot sendiri lho..) tersebut adalah Rp 10.500,-.
Saya sempat bertanya juga, kalo tidak membayar bagaimana, apakah ada paksaan dan berapa kali angkotnya ditilang dalam satu bulan?. Jawaban sopir angkotnya, bahkan dalam 3 bulan itu angkotnya belum tentu ditilang, dan ternyata pembayaran premi tidak ada paksaan, tapi sepertinya jika mereka tidak menyetor, biasanya mobilnya sering kena tilang (nah lo..). Karena ternyata juga, bukan nama sopir yang dicatat, tapi no polisi kendaraannya.

Rabu, 11 Februari 2009

...sakit gigi...vs...sakit hati...

Dua hari gigi ku sakit rasanya. Mungkin karena lubang yang terus mengerosi email gigiku. Menjelang umur ku 30 tahun ini, baru kali ini saya sakit gigi demikian hebat, karena seingatku seumur hidup baru 3 kali saya sakit gigi. Sakit gigi yang sekarang ini lah yang paling sakit. Tapi waktu saya coba tersenyum, masih bisa koq…kata orang kalo masih bisa senyum berarti sakitnya belum apa-apa. Ya ampun, gimana sakit gigi yang sesungguhnya…, ini saja sudah sakit sekali. Kuceritakan sedikit ya, apa yang kurasakan.

Awalnya terasa senut-senut dan ngilu. Lama-lama gusi terasa tebal dan pipi mengeras. Sakitnya tidak kontinu kadang sakit dan kadang hilang, seperti kejadian kontraksi waktu mau melahirkan. Waktu sakit nya datang gusi seperti ditusuk benda tumpul lalu rasa sakit itu menjalar keseluruh gigi, lalu seluruh rahang mulut, dan terus ditarik ke kepala hingga mencapai ubun-ubun. Aaaggghhhh……sakit sekali….

Mendengar fiqi menangis, gigi ku makin terasa ngilu dan sakitnya mencapai ubun-ubun dan mendesak mau keluar. Tapi saya juga tidak bisa marah, menggoyangkan rahang untuk bicara saja sudah sangat sulit, apalagi mau marah ataupun ngomel. Mata rasanya berair dan kepala juga tidak bisa diajak kompromi, namun begitu tidur pun juga susah.

Mungkin inilah yang membuat orang membuat perumpamaan lebih baik sakit hati dapripada sakit gigi.

Pagi harinya, sakitnya agak berkurang, maksudnya tidak kontinum lagi. Tapi tetap saja kalau muncul, sakitnya tetap terasa luar biasa. Akhirnya sama nenek anakku (baca: ibu mertua) disarankan dipijat, setelah dipijat memang rasanya agak berubah, rasa sakit tidak lagi sampai di kepala. Paling tidak tekanan di kepala berkurang.

Merasakan sakit gigi ini, akhirnya saya berpendapat

‘saya tidak memilih dua-dua nya, saya tidak mau sakit gigi dan saya juga tidak mau sakit hati’

Jumat, 16 Januari 2009

PRT …….. oh ……. PRT

(tulisan ini ditulis diakhir desember, tapi baru sempat diposting)
Setelah sekian lama tidak menulis di blog ku ini, akhirnya ada juga kesempatan.
Pembantu rumah tangga (PRT) identik dengan pendidikan rendah, kampungan, bodoh, dan selalu diperintah oleh majikan. Stereotip tentang pembantu ini menjadikan profesi PRT sebagai profesi rendahan yang tidak bermutu. Padahal sebagian besar orang-orang juga menyadari bahwa peran mereka sangat membantu kelancaran pekerjaan rumah tangga, bahkan salah satu pendukung bagi kaum wanita yang ingin berkarir diluar rumah. Seperti pengalaman yang saya alami ini.
Memang sudah satu bulan lebih ini dirumah tidak ada pembantu rumah tangga (PRT). Alhasil semua pekerjaan harus kutangani sendiri, mulai dari menyapu, mengepel, memasak, cuci pakaian, menyetrika, cuci piring, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Dengan 3 anak balita yang super aktif dan usaha penyelesaian disertasi, kondisi ini cukup membuat saya kalang kabut. Apalagi ditambah dengan kemampuan manajemen waktu yang sangat kurang.
Sudah sebulan lebih pula, kami mencari pembantu rumah tangga, yang tentu saja harus memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Hasilnya sampai saat ini adalah nihil.... 0 besar.
Dengan kondisi ini, saya belajar banyak. Saya beruntung bahwa dari kecil kami telah diajar pekerjaan rumah tangga, kebersihan, dan kerapihan, sehingga dalam mengerjakannya saya tidak mengalami kesulitan. Saya juga dapat menilai kualitas pekerjaan pembantu sebelumnya. Dan tentu saja, ternyata mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus rumah tangga sendiri adalah suatu hal yang menyenangkan. Namun saya juga menjadi sadar bahwa manajemen waktu saya sangat buruk sekali. Saya tidak dapat mengatur pekerjaan sehingga menjadi lebih efisien...... kasihan sekali!!!!
Dampak lain adalah fiqi (6 tahun) dan sasa (4 tahun) menjadi lebih mandiri dan mampu melakukan beberapa pekerjaan dalam membantu saya mengurus rumah tangga. Mereka bisa mengurus sendiri barang-barang pirbadinya, mulai dari mandi, berpakaian, memperbaiki kamar dan tempat tidur, makan, dan juga merapikan mainan. Bahkan mereka membantu menyapu, cuci piring, dan membeli beberapa kebutuhan di warung. Walaupun agak sulit memotivasi mereka untuk mengerjakan hal tersebut. Sekarang ini mereka menjadi lebih bertanggung jawab.
Hanya ada hal yang akhirnya tertunda dan tak sangat sulit ku kerjakan adalah menyelesaikan disertasi untuk mendapatkan gelar doktor-ku. Selama ini konsenku adalah mengurus suami, mengasuh anak, dan menyelesaikan disertasi, dan selebihnya pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh pembantu. Peran PRT ini sangat mendukung dalam aktivitas ku sebagai ibu rumah tangga dan sebagai mahasiswa, karena saat ini saya tidak mengambil jam mengajar karena konsen dalam mengasuh anak dan penyelesaian kuliah. Bukan hal yang mudah untuk mencari PRT seperti pembantu yang sebelumnya.
Sekarang saya menjalani rutinitas sebagai ibu rumah tangga murni tanpa pembantu, dan dengan ini saya banyak belajar dan menyadari peran pembantu bagi saya. Kami menjadi makin menghargai peran pembantu secara umum dan juga peran pembantu kami yang lalu. Seharusnya memang kita lebih menghargai dan tidak memandang rendah peran pembantu rumah tangga itu.